JAKARTA, GURINDAM.TV — Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini membahas perubahan penting dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023, yang membedakannya dari versi sebelumnya. Salah satu perubahan besar adalah tentang hukuman mati yang kini bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup, jika narapidana menunjukkan penyesalan.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Asep N. Mulyana, menjelaskan bahwa KUHP 2023 membawa perubahan besar dalam paradigma hukum pidana, yang dulunya lebih berfokus pada pembalasan (retributif), kini bergeser ke pendekatan yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
Pendekatan baru ini juga memperhatikan keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, negara, kearifan lokal, serta aspirasi global.
“KUHP 2023 memiliki perbedaan sistematika dengan KUHP lama, termasuk jumlah bab dan pasal. KUHP 2023 membawa perubahan mendasar dalam sistematika hukum pidana, termasuk penghapusan kategori ‘kejahatan’ dan ‘pelanggaran’, serta memperkenalkan pidana baru seperti pengawasan dan kerja sosial,” ungkap Asep dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3).
Asep juga menekankan bahwa tujuan dari pemidanaan tidak hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk mencegah tindak pidana, memasyarakatkan narapidana, menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan, menciptakan rasa aman, serta menumbuhkan penyesalan pada terpidana.
Selain itu, ada pembatasan pidana penjara bagi kelompok tertentu seperti anak-anak, orang yang berusia di atas 75 tahun, pelaku kejahatan pertama kali, dan kondisi lainnya. Pidana pokok dalam KUHP 2023 terdiri dari pidana penjara, denda, tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial.
Sementara pidana tambahan meliputi pencabutan hak tertentu, perampasan barang, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin, serta pemenuhan kewajiban adat. Pidana mati tetap dianggap sebagai hukuman paling berat.
“Terdapat pembatasan pidana penjara untuk kelompok tertentu seperti anak-anak, orang tua di atas 75 tahun, first offender, dan kondisi lainnya. Pidana pokok meliputi penjara, denda, tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial, sedangkan pidana tambahan meliputi pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu/tagihan, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, dan pemenuhan kewajiban adat. Pidana mati merupakan jenis pidana paling berat,” jelas dia.
Hukuman Mati Tuai Perdebatan
Namun, penerapan hukuman mati masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Beberapa pihak menganggap hukuman mati sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sementara yang lain melihatnya sebagai sarana keadilan dan untuk memberikan efek jera.
Pelaksanaan pidana mati diatur dalam Pasal 99 dan 100 KUHP 2023, yang memungkinkan hukuman mati dikonversi menjadi pidana seumur hidup jika terpidana menunjukkan penyesalan dan harapan untuk memperbaiki diri.
Pidana mati baru akan dilaksanakan jika permohonan grasi dari terpidana ditolak oleh Presiden, dan hukuman ini tidak akan dilaksanakan di depan umum.
Terpidana yang dijatuhi hukuman mati memiliki kesempatan untuk perubahan hukuman menjadi pidana seumur hidup jika memenuhi syarat tertentu, seperti berkelakuan baik dan aktif mengikuti program pembinaan.
Dalam hal ini, hukuman mati kini hanya akan dilaksanakan sebagai upaya terakhir, dengan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana untuk menunjukkan perubahan perilaku dan penyesalan.
Jika selama masa percobaan ini terpidana menunjukkan perbaikan diri, hukuman mati dapat dikonversi menjadi pidana seumur hidup. ( Med/ Pit )
No comment