JATENG, GURINDAM.TV — Pondok pesantren dan sekolah asrama atau boarding school menjadi institusi yang rentan terjadinya kasus kekerasan seksual dan perundungan (bullying).
Hal ini diungkap oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah.Pengasuh pondok pesantren pun diminta untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan dalam menangani masalah serius ini.
Kepala DP3AP2KB Jateng, Ema Rachmawati mengatakan, sebetulnya fakta-fakta kekerasan di lingkungan ponpes memang ada. Sehingga perlu upaya untuk menanggulangi secara bersama-sama.
“Bahwa fakta itu kan ada. Dan harus ada kesadaran agar perlu mencegah kekerasan terjadi di lingkungan pesantren atau boarding school. Karena pola pengawasan tidak bisa dilakukan 24 jam,” kata Ema, Kamis (15/5).
Jangan Ditutup-Tutupi
Terlebih lagi, banyak sebaran konten-konten medsos turut andil mempengaruhi perilaku para santri yang ada saat ini.
“Potensi bullying sangat besar. Apalagi ini anaknya banyak, dalam lingkungan pengawasan tidak ketat saya yakin itu sangat berpotensi. Dan medsos juga berpengaruh memberi contoh perilaku anak-anak. Saya pikir ini faktornya sangat banyak,” ungkapnya.
Pihaknya mendorong semua pengasuh ponpes, pengelola boarding school bersama membangun empati untuk mengatasi kasus kekerasan seksual. Maka dari itu, pihaknya juga meminta sebaiknya kasus kekerasan yang muncul jangan lagi ditutup-tutupi.
“Jadi mari kita membangun kesadaran dan empati bahwa persoalan itu memang ada. Jangan lagi ditutup-tutupi. Kalau semakin ditutupi maka korban semakin banyak,” terang Ema.
Cari Solusi Bersama
Ema menekankan, seluruh stakeholder dalam pengelolaan pesantren dan boarding school perlu lebih awerness.
“Justru kita tangani bersama-sama. Nanti teman-teman akan membangun sistem memberi perlindungan di tempat itu,” jelasnya.
Dalam kegiatan pembahasan penanganan kekerasan yang diadakan DP3AP2KB bersama UNICEF dan LPA Klaten di BPSDM Jateng, pihaknya melibatkan 100 lebih santri dari sejumlah ponpes.
Pokok pembahasan acara itu nantinya dimasukkan dalam poin tambahan untuk Perda Pesantren.
Sedangkan, Hida, Manajer Program Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten mengungkapkan tahun ini mendampingi 40 ponpes di wilayah Rembang, Pati, Klaten, Soloraya hingga Ungaran.
Ponpes yang didampingi LPA Klaten sebagian merupakan tempat yang memiliki kerawanan tinggi terhadap kasus kekerasan seksual.(Med/Aul )
No comment