JAKARTA, GURINDAM.TV — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Total ada sembilan tersangka dalam perkara ini.
Kedua tersangka yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.
“Terhadap dua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar saat konferensi pers, Rabu (26/2) malam.
Kedua tersangka sempat dilakukan jemput paksa karena telah mangkir dari panggilan penyidik KPK untuk diperiksa di perkara korupsi itu. Setelahnya penyidik langsung melakukan pemeriksaan maraton selama tiga jam.
“Penyidik temukan bukti yang cukup, kedua tersangka tersebut melakukan tindak pidana bersama tujuh tersangka yang kemarin kami sampaikan,” ucapnya.
Atas perbuatannya, keduanya kini dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Kejagung cabang Salemba, terhitung sejak Rabu (26/2).
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Sihaan (RS).
Selain Riva, petinggi dari pertamina lainnya yakni Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping; AP (Agus Purwono) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International.
Lalu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) Selaku Benefecial Owner PT Navigator Khatulistiwa yang diketahui anak dari saudagar minyak Mohammad Riza Chalid alias Reza Chalid. Lanjut DW (Dimas Werhaspati) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim; dan GRJ (Gading Ramadhan Joedo) selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak
Dari kasus ini menyebabkan negara mengalami kerugian besar sekitar Rp193,7 triliun.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terungkap, Ini Lokasi Mafia Minyak Oplos BBM Ron 88 dengan Ron 92 Lalu Dijual dengan Harga Pertamax
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan lokasi pengoplosan BBM 88 jenis premium hingga menjadi RON 92 dilakukan di PT Orbit Terminal Merak.
Direktur Penydikan (Dirdik) Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar mengatakan tersangka Maya Kusmaya selaku selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga memerintahkan Edward Cone selaku Commodity Trader di PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan pengoplosan tersebut.
“Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik Tersangka MKAR (Muhammad Kery Andrianto Riza) dan Tersangka GRJ (Gading Ramadhan Joedo),” ucap Qohar saat konferensi pers di Kejagung, Rabu (26/2).
Setelah dioplos, BBM itu dipasarkan dengan harga sekelas Pertamax yang padahal tidak sesuai dengan kualitasnya. Qohar juga mengatakan, Maya Kusmaya dan Edward juga membayar impor produk kilang tersebut dengan menggunakan penunjukkan langsung atau yang sedang berlaku pada saat itu. Alhasil menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga harus membayar harga lebih tinggi kepada mitra usahanya.
Mark up Anggaran
Mereka juga terlibat dalam persetujuan mark up pengiriman minyak mentah dari luar negeri bersama dengan Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
“PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13% s.d. 15% secara melawan hukum dan fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” ucap Qohar.
Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
( Pit/ Med )
No comment