KARIMUN, GURINDAM.TV — Maraknya peredaran rokok ilegal di Karimun Kepulauan Riau ternyata membuat resah masyarakat. bukan masalah tak bayar pajak saja, namun peredaran rokok ilegal sudah luar biasa secara masif penyelundupan terang-terangan. sementara aparat penegak hukum di Karimun tampak kualahan atau sulit membrantas ini semua.
Sementara itu, Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau, Adhang Noegroho Adhi, mengakui bahwa dalam tiga tahun terakhir pihaknya hanya fokus menindak pelaku yang menjual atau mengedarkan rokok ilegal di masyarakat, bukan produsen atau pabriknya.
Pengungkapan Adhang dalam kegiatan pemusnahan jutaan batang rokok ilegal yang digelar di lapangan Kanwil Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau, Selasa (7/10/2025).
“Selama ini kami belum pernah menyentuh pabrik rokok ilegal. Pabriknya berada di Pulau Jawa,” kata Adhang saat menjawab pertanyaan awak media.
Menurutnya, jutaan batang rokok ilegal yang dimusnahkan merupakan hasil penindakan terhadap pelaku pengecer dan masyarakat yang kedapatan membawa rokok ilegal menggunakan transportasi laut di wilayah Kepulauan Riau.
Dari data Bea Cukai Kepri, sebanyak 2,3 juta batang rokok ilegal hasil penindakan selama tiga tahun terakhir telah ditetapkan sebagai barang milik negara (BMN) dan dimusnahkan.
Selain itu, Bea Cukai juga memusnahkan ratusan botol minuman beralkohol serta berbagai barang pelanggaran di bidang kepabeanan lainnya.
“Rokok ilegal berbagai merek masih banyak beredar di Kepulauan Riau. Kami akan tetap konsisten menindak para pengecer maupun pihak yang mencoba menyelundupkannya ke luar negeri,” tegas Adhang dilansir dari Inews.
Bea Cukai mencatat, total nilai barang yang dimusnahkan mencapai Rp5,4 miliar, dengan potensi kerugian negara lebih dari Rp3,5 miliar akibat tidak dibayarkannya cukai dan pajak yang seharusnya masuk ke kas negara.
Kegiatan pemusnahan yang menarik perhatian puluhan awak media itu menjadi pengingat bahwa peredaran rokok tanpa cukai masih menjadi tantangan besar di wilayah perbatasan seperti Kepulauan Riau.
Di Ibu Kota Tanjungpinang Kepri Rokok Ilegal di Jual bebas hingga di Angkut ke Antar Pulau Melalui Diduga Melalui Pelabuhan Resmi
Sementara di Ibu Kota Tanjungpinang Kepri rokok ilegal dijual bebas di berbagai warung hingga toko-toko kelontong.
Tiga merek rokok Ilegal ( tanpa cukai ) yang paling populer dan laris manis: RAVE, HD dan MANCHESTER dengan mudah didapatkan tanpa rasa takut dari para pedagang. Ironisnya, penegakan hukum seakan tutup mata dan nyaris tak terdengar. Tak ada penggerebekan apalagi proses hukum hingga ke pengadilan seolah semua aman-aman saja.
Dikutip dari media online Suluhkepri, di sejumlah daerah lain di Indonesia, pelaku penyimpanan dan peredaran rokok ilegal dihukum penjara dan didenda ratusan juta rupiah. Di Banyuwangi misalnya, seorang warga pernah divonis satu tahun penjara dan denda Rp32 juta karena menyimpan hampir dua ribu bungkus rokok tanpa cukai. Di Garut, seorang tersangka dijerat pasal berlapis dengan ancaman lima tahun penjara akibat menimbulkan kerugian negara hampir Rp900 juta.
Namun, anehnya, di Tanjungpinang dan beberapa wilayah di Kepri, pelaku usaha rokok ilegal seperti kebal hukum. Aktivitas mereka yang terang-terangan menjual produk tanpa cukai tidak tersentuh aparat. Seolah aparat tutup mata, atau sengaja menutup mata. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat: apakah ada “pelicin” yang membuat aparat, khususnya Bea dan Cukai, berpura-pura tidak tahu?
Kantor Bea dan Cukai yang megah di depan pintu gerbang Ibu Kota Tanjungpinang seperti tak ada petugas dari akses jalan, sejatinya Bea Cukai merupakan garda terdepan dalam pengawasan barang kena cukai, termasuk rokok. Tugas utama mereka bukan hanya mengumpulkan penerimaan negara, tapi juga mencegah kebocoran cukai melalui peredaran ilegal. Namun, di lapangan, publik melihat hal yang sebaliknya. Pengawasan longgar, penindakan nihil, alhasil peredaran rokok ilegal makin marak.
Rokok Ilegal di Tanjungpinang dan Ada Dugaan Kongkalikong
Dugaan adanya kongkalikong antara pelaku usaha rokok ilegal dengan oknum aparat menjadi hal yang sulit dihindari. Beberapa sumber di lapangan menyebutkan, ada “uang jaga” atau “setoran bulanan” agar para pedagang tidak disentuh. Dalam praktiknya, selama uang mengalir, operasi penertiban tidak akan jalan. Situasi ini mengindikasikan bukan sekadar kelalaian, tapi potensi praktik suap yang sistemik.
Padahal, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai jelas menyatakan bahwa pelaku yang menawarkan, menjual, atau menyediakan rokok tanpa pita cukai dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun serta denda hingga sepuluh kali nilai cukai. Tapi, hukum itu seolah tak berlaku di Kepri. Penegakan yang tebang pilih ini memperkuat persepsi publik bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli.
Kepala Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari, pernah menyoroti lemahnya kinerja Bea Cukai Batam dalam kasus penyelundupan rokok ilegal. Dalam kasus yang ditangkap di perairan Pulau Buaya tahun lalu, para pelaku justru dibebaskan setelah hanya dikenai sanksi administratif. Padahal, kasus itu sudah termasuk tindak pidana penyelundupan dengan nilai barang miliaran rupiah.
“Ini bukan pelanggaran administratif, tapi sudah peristiwa pidana. Bea Cukai keliru kalau hanya mengenakan denda dan membiarkan pelaku bebas,” tegas Lagat menyoroti kasus maraknya peredaran rokok ilegal. Menurutnya lagi, kebijakan seperti itu hanya memperkuat kesan bahwa Bea Cukai tidak tegas, bahkan bisa dinegosiasikan.
Kritik Ombudsman itu seharusnya menjadi peringatan keras. Namun hingga kini, publik tak melihat adanya perubahan signifikan. Justru yang terjadi, fenomena “jual bebas rokok ilegal” di Tanjungpinang makin vulgar. Pedagang kecil tahu mereka aman karena tak pernah ada operasi gabungan atau sidak serius. Bahkan di warung-warung dekat instansi pemerintah, rokok tanpa cukai dijual tanpa rasa takut.
Masalahnya bukan sekadar soal penerimaan negara yang bocor. Ini menyangkut marwah hukum dan kredibilitas institusi pengawas yang ditugaskan oleh negara. Jika aparat yang seharusnya menegakkan aturan justru membiarkan pelanggaran terjadi, bagaimana publik bisa percaya pada komitmen pemberantasan korupsi dan penyelundupan?
Kelemahan pengawasan dan lemahnya penegakan hukum di Kepri bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga menciptakan ketidakadilan antar daerah. Di satu sisi, pelaku di Jawa dihukum berat; di sisi lain, pelaku di Kepri khususnya di Tanjungpinang, hidup nyaman dan tetap berjualan. Ketimpangan ini jelas menunjukkan adanya standar ganda dalam penerapan hukum.
Banyak kalangan menilai, lemahnya aksi Bea Cukai di Kepri bisa jadi karena wilayah ini dianggap “rawan persekongkolan”. Dengan banyaknya pelabuhan kecil dan jalur tikus antar pulau, aparat seharusnya meningkatkan kewaspadaan, bukan justru melakukan pembiaran. Tapi jika aparat ikut bermain, maka sulit berharap penegakan hukum akan berjalan jujur.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, Kepri berpotensi menjadi “surga rokok ilegal” tingkat nasional. Tak hanya merugikan negara, tetapi juga memukul industri rokok resmi yang taat aturan. Pelaku usaha legal yang membayar cukai akan kalah bersaing karena harga produk ilegal jauh lebih murah. Akibatnya, rantai ekonomi formal terganggu, sebaliknya ekonomi para mafia rokok tumbuh subur.
Sudah saatnya aparat pusat, terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, turun langsung melakukan audit dan penindakan di wilayah Kepri, termasuk Tanjungpinang. Pengawasan internal tak boleh hanya formalitas. Harus ada evaluasi terhadap pejabat yang lalai atau bahkan terlibat dalam permainan kotor tersebut.
Negara tidak boleh kalah dari praktik “pelicin” dan kolusi. Ketika hukum dijalankan setengah hati dan aparat bisa dibeli, maka bukan hanya cukai yang hilang tetapi juga integritas dan kepercayaan publik terhadap negara. Jika ini terus berlanjut, maka yang terbakar bukan hanya rokok ilegal, tetapi juga wibawa hukum di negeri ini.
Sebagaimana kita ketahui, sebelumnya berapa tahun lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menangkap mantan Bupati Bintan dan Kepala FTZ Bintan terkait kuota rokok ilegal (Rokok Non Cukai ). Tak hanya itu, Kepala FTZ Tanjungpinang Den Yelta juga ditangkap terkait rokok ilegal. ( Inews/Suluhkepri/Red)
No comment