JAKARTA, GURINDAM.TV — Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dihadirkan sebagai saksi sidang kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rumah DP Rp 0. Ada sejumlah hal yang disampaikan Prasetyo dalam sidang tersebut.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024). Prasetyo bersaksi untuk tiga terdakwa, yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono; dan Direktur Operasional Tommy Adrian.
Sebagai informasi, Yoory dkk didakwa melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara senilai Rp 256 miliar terkait pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur, itu. Ini merupakan kasus ketiga yang menjerat Yoory terkait pengadaan lahan saat dirinya menjabat sebagai Dirut Perumda Sarana Jaya yang merupakan BUMD DKI Jakarta.
Berikut kesaksian Prasetyo Edi dalam sidang hari ini:
Ngaku Tak Tahu Pelaksanaan Rumah DP Rp 0
Jaksa awalnya mencecar Prasetyo soal apa yang diketahuinya terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Yoory. Prasetyo mengatakan dirinya mengetahui adanya penyertaan modal kepada Sarana Jaya.
Dia mengatakan program rumah DP Rp 0, yang dikerjakan oleh Sarana Jaya, menimbulkan pro dan kontra. Dia mengatakan Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta awalnya sempat mempertanyakan dasar dari program tersebut.
“Nah, setelah itu di sini yang dikatakan Tri Wisaksana (mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta) ada pro dan kontra. Karena buat Fraksi kami PDI Perjuangan kok pada saat itu tidak rasional rumah DP Rp 0. Dasarnya dari mana, dasarnya apa,” jelas Prasetyo.
Jaksa lalu terus mencecar Prasetyo terkait pelaksanaan program rumah DP Rp 0 itu. Prasetyo pun mengaku tak tahu apakah program itu sudah terlaksana atau belum.
“Rumah DP Rp 0 terlaksana nggak?” tanya jaksa.
“Yang saya lihat sih nggak tahu, Pak, nggak terjadi sampai sekarang,” jawab Edi.
“Padahal udah dikucurkan Rp 900 miliar itu uangnya setahu saksi ke mana?” tanya jaksa.
“Saya nggak ngerti, Pak,” jawab Edi.
Bandingkan dengan KJP dan Rusunawa
Dia juga membandingkan program di Pemprov DKI Jakarta yang sempat menuai pro dan kontra. Dia mengungkit program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang digagas Joko Widodo saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
“Fraksi PDIP menolak tapi kelembagaan di DPRD akhirnya disetujui?” tanya jaksa.
“Karena gini juga, Pak, ilustrasinya dulu Pak Gubernur, Pak Foke, Pak Jokowi, jadi Gubernur punya satu terobosan namanya Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat. Nah ada juga pro dan kontra pembahasan menolak itu tapi kami tetap berjalan akhirnya KJP, KJS diterima masyarakat,” ujar Prasetyo.
Dia juga membandingkan program rumah DP Rp 0 dengan pembangunan rumah susun di Jakarta. Dia mengatakan program rumah DP Rp 0 memiliki kesamaan dengan pembangunan rumah susun.
“Begitu pun juga ini kan Pak Anies mengajukan satu program yang mana mungkin itu meneruskan dari pemerintah sebelumnya. Bagaimana Jakarta ini tidak macet, bagaimana Jakarta ini tidak banjir masyarakatnya bisa jangan sampai kena banjir, itu kan berkesinambungannya sama rumah susun Pak,” ujar Prasetyo.
“Pokoknya bangun rumah susun sebanyak-banyaknya untuk masyarakat itu tinggal di situ. Mungkin di sini lain caranya lagi buat lah DP Rp 0.
aksa lau mencecar Prasetyo soal keberhasilan rumah DP Rp 0 dengan rumah susun. Prasetyo mengatakan program DP Rp 0 menyertakan sejumlah syarat bagi warga yang ingin membeli rumah.
“Sebetulnya untuk rumah susun berhasil rumah DP 0 rupiah tidak berhasil?” tanya jaksa.
“Kalau DP 0 rupiah itu kan harus ada turunannya berapa gaji kamu, berapa kemampuan kamu, semuanya kan harus rasional,” jawab Edi. (dtc/red )
No comment